Jumat, 01 Juni 2012

Pagoda Perdamaian Yang Tersebar Di Beberapa Negara

Sebuah Pagoda Perdamaian adalah stupa Buddha dirancang untuk memberikan fokus kepada orang dari segala ras dan kepercayaan, dan membantu menyatukan mereka dalam pencarian mereka untuk perdamaian dunia. Sebagian besar (meskipun tidak semua) telah dibangun di bawah bimbingan Nichidatsu Fujii (1885-1985), seorang pendeta Buddha dari Jepang dan pendiri Orde Buddhis Nipponzan-Myōhōji. Fujii yang sangat terinspirasi oleh pertemuannya dengan Mahatma Gandhi tahun 1931 dan memutuskan untuk mengabdikan hidupnya untuk mempromosikan non-kekerasan. Pada tahun 1947, ia mulai membangun Pagodas Perdamaian sebagai tempat suci untuk perdamaian Dunia [1].

Para Pagodas Perdamaian pertama dibangun sebagai simbol perdamaian di kota-kota Jepang Hiroshima dan Nagasaki di mana bom atom merenggut nyawa lebih dari 150.000 orang, hampir semua dari mereka adalah warga sipil, pada akhir Perang Dunia II. Pada tahun 2000, delapan puluh Pagodas Perdamaian telah dibangun di seluruh dunia di Eropa, Asia, dan Amerika Serikat.

 Rajgir, India

Sapporo, Japan

Vienna, Austria

Dhamma Talaka, Birmingham

The Peace Pagoda in Willen, Milton Keynes

Peace Pagoda in London

 Peace Pagoda in Japan Center, San Francisco

The New England Peace Pagoda in Leverett, Massachusetts

Peace Pagoda, Grafton, New York

Jadi ingat film favorit semasa kecil "Kera Sakti Sun Go Kong". Yang menceritakan perjalanan Hsuan-tsang dengan ketiga muridnya yaitu Sun Go Kong, Chu Pa-chieh, dan Sha Ho-shang. Legenda ini merupakan gambaran kisah perjalanan Hsuan-tsang dengan berbagai kesulitan dari seorang manusia yang selalu diliputi oleh berbagai keinginan dan keserakahan (diwakili oleh Chu Pa-chieh), kebodohan batin yang merupakan refleksi karakter manusia yang lemah dan selalu membutuhkan dorongan semangat (diwakili oleh Sha Ho-shang), kesombongan, keegoisan dan pikiran yang liar (diwakili oleh Sun Go Kong). Dia adalah kera nakal yang tak pernah diam. Selalu bergerak ke sana dan ke sini dengan begitu cepatnya. Kalau sudah tidak bisa dikendalikan oleh biksu Tong (Hsuan-tsang), maka akan diperingati terlebih dahulu, tapi kalau masih nakal maka akan dibacakan mantra pemberian Avalokitesvara Bodhisattva. 

Sedangkan biksu Tong sendiri menggambarkan suatu kesadaran bahwa setiap tindakan akan ada akibatnya. Tidak kalah pentingnya adalah jubah yang dikenakan oleh biksu Tong, merupakan suatu simbol perlindungan kesucian dari sifat dasar manusia. Jubah ini dikisahkan banyak memberikan perlindungan kepada biksu itu dari segala gangguan siluman yang mencoba membinasakannya ataupun menggodanya. Sedangkan Pai-Ma (kuda putih) hanyalah merupakan pelengkap cerita saja dan tidak mewakili apa-apa. Selama perjalanan mereka banyak sekali menemukan hambatan dari berbagai arah.

Di dalam cerita perjalanan menuju ke Barat untuk mencari kitab Buddha di bawah lindungan oleh para dewa di langit ini, tidak sulit ditemukan bahwa masalah langit dan bumi mempunyai urutannya. Dewa pada tingkat yang tinggi mengurus Dewa tingkatan rendah dan Dewa tingkatan rendah mengurus dunia manusia. Siapa yang telah merusak urutan ini, akan menerima hukumannya. Sun Go Kong menganggap dirinya paling hebat, dan mengangkat dirinya sendiri sebagai dewa tertinggi, kemudian membuat keributan di istana langit. Prajurit dari langit juga tidak bisa berbuat apa-apa terhadapnya. Namun di hadapan Buddha, kecilnya bagaikan sebutir kelereng yang tinggal disentil dan meskipun mengeluarkan seluruh kemampuannya juga tidak akan bisa melepaskan diri dari telapak tangan Buddha. Setelah dibebaskan oleh biksu Tong, ia mengikuti perjalanan ke Barat mencari kitab suci sekaligus menebus karmanya.

Sumber :
 http://en.wikipedia.org
 http://dhammacitta.org

Tidak ada komentar: